Salah satu isu yang mengglobal di seluruh penjuru dunia saat ini adalah kemiskinan, kebodohan, ketertindasan dan kekerasan terhadap perempuan. Berbagai pihak telah berupaya mensosialisasikan berbagai akar masalah dari ‘persoalan’ ini beserta alternatiF solusinya. Negara-negara Barat-para feminis-, melalui lembaga dunia PBB memaksakan asumsi bahwa berbagai persoalan ini disebabkan oleh budaya patriarkhi yang selama ini masih dilegitimasi oleh agama, budaya dan kultur. Mereka pun memaksakan solusi untuk mengentaskan persoalan perempuan tersebut dengan membebaskan kaum perempuan dari ikatan agama, budaya, dan kultur ini. Program pun terus bergulir dan dipaksakan ke negeri-negeri Muslim.
Kini , setelah beberapa periode “Problem Solving” persoalan-persoalan perempuan digulirkan tidak ada tanda-tanda persoalan perempuan akan terselesaikan, namun justeru semakin nyata bahwa solusi tersebut membawa kaum Muslimin, termasuk perempuan dan anak-anak, berhadapan dengan situasi yang semakin buruk dan mengkhawatirkan. Dunia Islam kini dihadapkan pada ancaman persoalan sebagaimana yang terjadi di Barat, yakni: krisis keluarga Muslim dan kerosakan struktur sosial masyarakat.
Konspirasi Internasional
Tahun 1975 dicanangkan oleh PBB sebagai ‘Tahun Internasional Perempuan’ di Mexico City. Melalui tangan PBB, para Feminis mencanangkan berbagai agenda yang harus diratifikasi oleh seluruh Negara-negara di bawah PBB dan dijadikan acuan dalam setiap program-program terkait persoalan perempuan. Misalnya BPFA (Beijing Platform for Action/Landasan Aksi Beijing), CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women/Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita), MDGs (Millennium Development Goals/ Tujuan Pembangunan Milenium) dan ICPD (International Conference Population and Development/ Koferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan).
Sejak itu, isu keperempuanan merabah dan mewabah dalam berbagai bentuk forum, baik di tingkat internasional, nasional, regional, maupun lokal. PBB di bawah kendali Amerika Syarikat jelas sangat berkepentingan dan berperanan besar dalam penularan isu-isu tersebut, baik dalam forum yang khusus membahas perempuan-seperti forum di Mexico pada tahun 1975, Kopenhagen tahun 1980, Nairobi tahun 1985, dan di Beijing tahun 1995-maupun forum tingkat dunia lainnya, seperti Koferensi Hak Asasi Manusia (HAM), KTT Perkembangan Sosial, serta KTT Bumi dan Koferensi Kependudukan.
Pemerintah negeri-negeri Muslim secara perlahan tapi mesti didorong (baca:ditekan) untuk meratifikasi dan mengimplementasi semua hasil koferensi itu. Dorongan atau tekanan ini dilakukan baik oleh LSM-LSM di negeri-negeri itu yang geraknya diarahkan dan dibiayai oleh badan-badan internasional maupun lembaga-lembaga kewangan internasional.
Beijing Platform for Action (BPFA) menetapkan ke-12 bidang kritis tersebut adalah:
1. perempuan dan kemiskinan,
2. pendidikan dan pelatihan bagi perempuan,
3. perempuan dan kesihatan,
4. kekerasan terhadap perempuan,
5. perempuan dan konflik bersenjata
6. perempuan dan ekonomi
7. perempuan dalam kekuasaan dan pengambilan keputusan,
8. mekanisme institusional untuk kemajuan perempuan
9. hak asasi perempuan
10. perempuan dan media,
11. perempuan dan lingkungan, dan
12. anak perempuan.
Melalui 12 bidang kritis ini, negeri-negeri Muslim dipaksa untuk meratifikasi dan melaksanakan keputusan-keputusan tersebut dalam perundangan. Pemberdayaan perempuan diarahkan pada kebebasan kaum perempuan. Di bidang ekonomi, perempuan diarahkan supaya mandiri secara finansial. Namun kemadirian ini lebih difokuskan pada isu pembebasan diri yang berujung pada melepaskan diri dari hukum ketaatan pada suami. Ketika perempuan telah berperanan dalam finansial keluarga, maka diarahkan isu pada pembagian kerja dalam tugas-tugas domestik. Dengan demikian, peranan ibu tidak lagi menjadi tanggungjawab perempuan. Kaum laki-laki pun harus berperanan dalam pengasuhan dan pengelolaan keluarga. Namun akhirnya tidak ada satupun baik pria dan wanita yang mengambil alih peranan tersebut kerana keduanya bersaing keras untuk merebut dominasi di sektor publik.
Bagaimana dengan anak-anak? Bila suami dan isteri sama-sama tersita dalam aktivitas publik, maka finansial akan menyelesaikannya dengan menggaji pembantu. Negara pun diarahkan untuk mengambil alih dengan menyelenggarakan day care centre. Pada titik ini kehancuran keluarga semakin jelas. peranan kepimpinan yang dibebankan kepada kaum laki-laki (qowwamah) akan melemah, kerana para perempuan pun akan menuntut kepimpinan tersebut, apalagi bila gaji perempuan lebih tinggi. Peranan ibu (umamah) dan pengelola rumahtangga (robbatul baiti) yang dibebankan Islam kepada kaum perempuan akan terabaikan. Padahal peranan ini sangatlah penting untuk melahirkan generasi masa depan yang berkualitas.
Di bidang kesehatan, isu kemadirian perempuan diarahkan agar Negara melegalisasi aborsi dan program penggunaan alat kontrasepsi secara bebas termasuk bagi remaja putri (perempuan yang belum menikah). Remaja diarahkan untuk mampu menggunakan kontrasepsi yang aman tanpa takut hamil, sementara aktivitas seksual mereka tidak terhambat. Hubungan seks yang aman menurut Barat adalah yang mampu mencegah mereka dari penularan penyakit-penyakit menular seperti siphilis, gonorrhea dan HIV/AIDS. Untuk itu shelter-shelter bagi kesehatan reproduksi remaja didirikan agar menjadi cara yang ramah dan nyaman bagi remaja untuk mengamalkan perilaku seks bebasnya.
Kemandirian perempuan dalam ekonomi sekaligus dukungan terhadap kesehatan reproduksinya secara bertahap akan membuat perempuan tidak lagi mementingkan institusi keluarga. Di Negara-negara pelopor kebebasan perempuan seperti Amerika Syarikat, single parent banyak menjadi pilihan bagi perempuan yang berkarier. Penikahan ini tidak lagi penting. Seks bebas menjadi solusi hak reproduksi perempuan.
Dalam ICPD terlihat jelas upaya yaitu legalisi aborsi, legalisasi seks bebas, kondomisasi dan penekanan jumlah penduduk. Hal itu tampak jelas pada tujuan rencana kerja ICPD yaitu setiap tindakan seks harus bebas dari infeksi, setiap kehamilan dan persalinan harus diinginkan dan setiap kehamilan dan persalinan harus aman. Dari keempat tujuan tersebut dicanagkanlah upaya pendidikan kesehatan reproduksi remaja, peningkatan pengguanaan kondom di antara mereka yang aktif secara seksual dengan lebih dari satu pasangan-termasuk remaja, pelayanan dan akses yang terjangkau ke kontrasepsi-termasuk remaja, aborsi yang aman dan pelayanan pasca aborsi. Pada hakikatnya, program pendidikan kesehatan reproduksi adalah:
1. mengajarkan remaja untuk penggunaan alat kontrasepsi dalam pergaulan bebasnya,
2. mengajarkan penggunaan kondom dengan dalih mencegah penularan HIV/AIDS jika ingin seks yang aman (padahal sejatinya penggunaan kondom justru menumbuh suburkan seks bebas di kalangan remaja dan masyarakat) dan,
3. mengajarkan melakukan aborsi jika kehamilannya tidak diinginkan dengan dalih kesehatan (sementara sudah diketahui bahwa aborsi justru membahayakan jiwa dan kesehatan ibu).
Pada CEDAW tampak jelas upaya penghancuran hukum-hukum Islam yang terkait dengan keluarga yang tentunya berdampak pada kehancuran keluarga Muslim. Hal ini akan tampak jelas pada pasal-pasalnya. Salah satunya adalah pasal 16 (1) sebagai berikut: “Negara-negara peserta wajib membuat peraturan-peraturan yang tepat untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam semua urusan yang berhubungan dengan perkahwinan dan hubungan kekeluargaan atas dasar persamaan antara lelaki dan perempuan, dan khususnya akan menjamin:
a. hak yang sama untuk memasuki jenjang perkahwinan,
b. hak yang sama untuk memilih suami secara bebas dan untuk memasuki jenjang perkahwinan hanya dengan persetujuan yang bebas dan sepenuhnya,
c. hak dan tanggungjawab yang sama selama perkahwinan dan pada pemutusan perkahwinan,
d. hak dan tanggungjawab yang sama sebagai orang tua, terlepas dari status kahwin mereka, dalam urusan-urusan yang berhubungan dengan anak-anak mereka. Dalam semua kasus, kepentingan anak-anaklah yang wajib diutamakan,
e. hak yang sama untuk menentukan secara bebas dan bertanggungjawab jumlah dan penjarakan kelahiran anak-anak mereka serta untuk memperoleh penerangan, pendidikan dan sarana-sarana untuk memungkinkan mereka menggunakan hak-hak ini,
f. hak dan tanggungjawab yang sama berkenaan dengan pewalian, pemeliharaan, pengawasan dan pengangkatan anak atau lembaga-lembaga yang sejenis di mana konsep-konsep ini ada dalam perundangan nasional, dalam semua kasus kepentingan anak-anaklah yang wajib diutamakan,
g. hak pribadi yang sama sebagai suami isteri, termasuk hak untuk memilih nama keluarga, profesi dan jabatan,
h. hak sama untuk kedua suami isteri bertalian dengan pemilikan, perolehan, pengelolaan, administrasi, penikmatan dan memindahtangankan harta benda, baik secara Cuma-Cuma maupun dengan penggantian berupa wang.”
Dengan menjadikan keserataan lelaki dan perempuan sebagai dalil, pada pasal tampak jelas penghancuran hokum-hukum Islam. laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama untuk menikah dengan siapa saja, termasuk penikahan seorang Muslimah dengan Non-Muslim, padahal Islam jelas melarang hal ini. Perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk memutuskan perkahwinan, padahal Islam mengatur peranan laki-laki sebagai kepala rumahtangga dan perempuan sebagai ummu dan robbatul baiti. Perempuan mempunyai hak sama dengan laki-laki dalam bidang perwalian, padahal Islam mengatur pewalian anak pada ayah.
Di Indonesia, acuan program-program PBB yang tertuang dalam ICPD, BPFA, CEDAW dan MDGs telah menghasilkan UU yang bila dikaji secara teliti dan mendalam berpotensi besar untuk menghancurkan nilai-nilai Islam. Hukum ketaatan isteri pada suami dipandang merendahkan perempuan, kebolehan poligami dipandang sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan, kepmpinan suami dalam rumahtangga dipandang subordinasi perempuan dan peranan keibuan sebagai pengekang kebebasan perempuan.
Persoalan Perempuan Dampak Kapitalisme Global
Hegemoni Negara adidaya telah menyebabkan dunia Islam dilanda krisis besar. Berbagai kesepakatan ekonomi dunia yang ditujukan bagi negara-negara berkembang hanyalah untuk melapangkan jalan eksploitasi besar-besaran sumber daya alam mereka. Kekayaan negeri-negeri ini tersedut hanya untuk kepentingan Negara adidaya, sementara hanya sedikit yang menetas bagi negeri-negeri tersebut. Berbagai bantuan lembaga-lembaga pendanaan asing yang dikucurkan melalui LSM-LSM internasional ataupun lokal hanya untuk mendanai program-program yang dipaksakan oleh lembaga-lembaga dunia. Kenyataannya saat ini program-program tersebut bertujuan untuk semakin menjerumuskan negeri-negeri ini dalam jurang krisis sosial yang parah.
Hegemoni kapitalis telah merancang satu sistem yang menyebabkan sumber daya alam negeri-negeri Muslim tersedot ke Negara-negara adidaya untuk kepentingan korporasi kapitalis global. Bagian dari sistem ini juga merancang projek pembodohan sumber daya manusia ini juga telah merancang kaum Muslimin hanya memiliki mental pekerja, hilang karakter Islam, memandang negatif hukum-hukum Islam, berpola piker hedonis, hingga akhirnya mereka menjadi bangsa yang hilang kemandirian dan berkiblat ke Barat.
Tidak dipungkiri bahawa kapitalisme adalah sumber dari krisis ekonomi dan krisis sosial. Dengan demikian persoalan kemiskinan, kebodohan, ketertindasan dan kekerasan terhadap perempuan adalah dampak dari globalisasi kapitalisme yang mencengkeram dalam-dalam setiap negeri Muslim. telah terbukti bahwa umat Islam pernah menjadi adidaya hanya kerana mereka menerapkan Islam sebagai ideologi dan sistem hidup bernegara. Rasulullah Muhammad s.a.w. telah mewariskan sistem kehidupan bernegara yang berkembang pesat dan mencapai puncaknya sebagai Negara adidaya selama 13 abad lamanya. Ketika kaum Muslimin meninggalkan hukum-hukum Islam dari kehidupan bernegara melalui melalui konspirasi sistematis dan keji dunia Barat, dengan hancurnya Khilafah Islamiyyah sebagai benteng pertahanan terakhir umat, maka secara dratis negeri-negeri Muslim meluncur menuju posisi terendah dan terjajah serta di bawah cengkeraman negara-negara Kapitalis. Strategi para kapitalis untuk mempertahankan keterjajahan umat Islam ini hanyalah dengan mencegah tumbuhnya ideologi Islam. Kerana mereka telah memahami, hanya dengan idelogi Islam, umat akan bangkit, mandiri dan mampu membebaskan diri dari hegemoni kapitalisme global.
Khilafah sebagai Solusi
Dalam sebuah laporannya, NIC (National Intelligence Council) menyebutkan salah satu ramalan yang terjadi pada tahun 2020 adalah bangkitnya Kekhilafahan Islam (Islamic Caliphate) baru. Sebuah pemerintahan Islam yang mampu memberi tantangan pada norma-norma dan nilai-nilai Barat. Laporan berjudul Mapping the Global Future yang diberitakan harian USA Today edisi 13 Februari 2005 ini ditujukan agar dunia bisa menghindari scenario buruk yang mungkin terjadi.
Barat kini telah menyadari bahawa arus pergerakan dunia Islam telah mengerucut pada satu kesadaran perlunya kesatuan dan persatuan negeri-negeri Islam. Kapitalisme adalah sebuah ideologi dan memiliki metode untuk mengglobalkan ide-ide, pemikiran dan sistem hidupnya. Sekularisme, pluralisme dan liberalisme adalah pemikiran-pemikiran dasar untuk mengokohkan hegemoni Kapitalisme. Pemikiran-pemikiran ini bercabang pada bentuk-bentuk yang kini dipopulerkan ke seluruh penjuru dunia seperti demokrasi, hak asasi manusia, kebebasan berpendapat dan berprilaku, serta keserataan gender. Kapitalisme sebagai ideologi ini hanya mampu dilawan dengan ideologi tandingannya, yakni ideologi Islam. Dalam sejarah, peradaban besar hanya akan tergantikan oleh peradaban besar lainnya. Islam adalah peradaban yang terbesar dan mulia karena diturunkan oleh Dzat yang Maha Kuasa dan Mulia, Pencipta semesta, manusia dan kehidupan ini.
Saat ini, kaum Muslimin harus bersatu mengembalikan kemuliaan mereka. Tak ada cara lain, selain mencampakkan nilia-nilai Kapitalisme dalam kehidupan bangsa dan bernegara. Selanjutnya membangun kemandirian kaum Muslimin dengan seluruh potensi yang dimiliki. Melepaskan cengkeram para penjajah di negeri-negeri mereka dan menegakkan hukum-hukum Allah S.W.T. di seluruh aspek kehidupan dalam bentuk Khilafah Islamiyyah di atas metode kenabian.
Allah S.W.T. berfirman:
“Kalian (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang diperuntukkan bagi manusia. Menyeru kepada yang ma’ruf (hukum-hukum Allah) dan mencegah dari yang munkar (pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah), serta beriman kepada Allah” (Ali ‘Imran:110)
p/s: Diulang cetak daripada penulisan Ishmah Chdil (Indonesia) yang boleh dihubungi di prieha@yahoo.com