Wednesday, February 20, 2013

Membiarkan kemungkaran, mengundang siksaan

Terjemahan Firman Allah: Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Al-Anfaal:25)

Dalam ayat ini Allah memberitahu kepada hambaNya yang beriman supaya berwaspada dan berhati-hati, kerana siksaan dan malapetaka yang Allah turunkan bukanlah ke atas mereka yang berbuat maksiat sahaja, bahkan kepada yang melakukan kemungkaran dan yang tidak melakukannya dimana jika dia melihat kemungkaran itu tetapi mendiamkan saja.



Huruf al-wâwu (و) di awal ayat ini merupakan huruf yang menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumnya. Seruan pada ayat sebelumnya,

Terjemahannya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya,” menunjukkan bahawa pihak yang diseru adalah seluruh kaum Mukmin.



Perkataan ittaqû oleh ar-Razi, Ibnu Katsir, ash-Shabuni, dan beberapa mufassir lainnya membawa makna ihdarû (berhati-hatilah) yang membawa pengertian bahawa kaum Mukmin diperintahkan untuk berhati-hati, waspada, dan menjauhi daripada terjadinya fitnah. Menurut al-Asfahani, pada awalnya kata fitnah bererti masuknya emas ke dalam api agar terlihat kebagusannya dari kulit luarnya. Pada ayat lain, perkataan ini juga digunakan untuk menyatakan masuknya manusia ke dalam api. (Lihat: QS adz-Dzariyat [51]: 13). Oleh itu, perkataan fitnah boleh membawa maksud azab.



Selain itu, fitnah juga boleh bermakna ikhtibâr atau balâ’ (ujian atau cobaan), seperti dalam QS Thaha (20) ayat 40. Sekalipun dalam penggunaannya lebih banyak digunakan untuk ujian yang bersifat sulit dan sempit, fitnah mencakupi semua ujian atau cobaan, baik keadaan lapang mahupun sempit. (Lihat: Allah Swt. berfirman: QS al-Anbiya’ [21]: 35).



Dalam konteks ayat ini, menurut az-Zamakhsyari, al-Alusi, dan al-Baidhawi fitnah bererti dosa. Termasuk dalam tindakan dosa itu adalah membiarkan kemungkaran, meremehkan amar makruf nahi mungkar, terjadinya perpecahan, munculnya banyak bid‘ah, malas berjihad dan semacamnya.





Dalam pandangan an-Nasafi dan al-Baghawi, fitnah bermakna azab. Al-Khazin, al-Baghawi dan az-Zuhaili menafsirkannya sebagai ibtilâ’ dan ikhtibâr (cobaan dan ujian).



Berikutnya Allah Swt. berfirman: lâ tushîbanna al-ladzîna zhalamû minkum khâshshah (azab yang tidak khusus menimpa orang-orang zalim saja di antara kamu). Dalam pengertian syariah, setiap perbuatan atau keyakinan yang menyimpang dari ketentuan syariah dapat dikategorikan sebagai azh-zhulm. Dengan demikian, al-ladzîna zhalamû adalah orang-orang yang melakukan pelanggaran dan penyimpangan terhadap syariah. Perkataan ‘kum’ merujuk kepada kaum Mukmin.



Dengan demikian, frasa ini memberikan peringatan kepada kaum Mukmin berkenaan dengan fitnah yang diakibatkan oleh perbuatan zalim yang dilakukan oleh sebahagian orang Mukmin. Begitulah pemahaman para mufassir tentang ayat ini.



Agar fitnah itu tidak terjadi, orang-orang yang tidak ikut mengerjakan kemaksiatan harus mencegahnya. Amar makruf nahi mungkar harus dilakukan. Jika tidak, musibah yang terjadi akibat kemaksiatan itu akan menimpa seluruh masyarakat secara umum. Kenyataan ini juga digambarkan dalam beberapa hadis. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:



Operasi cegah maksiat antara kaedah yang digunakan bagi membasmi kemungkaran.

Sesungguhnya Allah tidak mengazab manusia secara umum kerana perbuatan khusus (yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang) hingga mereka melihat kemungkaran di tengah-tengah mereka, mereka mampu mengingkarinya, namun mereka tidak mengingkarinya. Jika itu yang mereka lakukan, Allah mengazab yang umum maupun yang khusus.(HR.Ahmad).



Ayat ini diakhiri dengan firman-Nya: wa‘alamû anna Allâh syadîd al-‘iqâb (Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya). Hukuman yang sangat keras itu ditujukan kepada orang-orang yang bermaksiat kepada-Nya. Ancaman itu kian mendorong kaum Mukmin untuk tidak ragu dan takut melakukan amar makruf nahi mungkar. Sebab, jika mereka mengabaikannya, mereka juga akan mendapatkan siksa-Nya yang amat dahsyat.


Ibn Abbas R.A. dalam menafsirkan ayat ini mengatakan bahawa, Allah menyuruh kaum mukminin supaya tidak membiarkan suatu perbuatan mungkar bermaharajalela di antara mereka sehingga siksaan Allah akan turun pada mereka yang berada disekeliling kemungkaran. Sememangnya peringatan ini tidaklah dikhususkan kepada sahabat sahaja tetapi kepada semua umat.



RUJUKAN: 1. Isma’il Ibn ‘Umar Ibn Kathir. 1993. Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 3. Hal. 558-560. PT Bina Ilmu, Surabaya. 2. Tafsir Qs Al-Anfal: 25 (Pada: April 16, 2007, 06:41:23 pm) Membiarkan Kemungkaran: Mengundang Siksaan

(Tafsir QS al-Anfal [8]: 25) Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

    Hasil penulisan:
Saudari Hanan 'Aqilah





No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...